Selasa, 11 November 2008

Sejarah Kamera

Camera. . .
Tentunya kita sudah tau benda apa itu. . . untuk lebih mengenal berikut saya ceritakan sejarah Kamera. . .


Selamat Membaca... ^_^...

Seorang matematikawan asal Italia antara tahun 1501-1576, Gerolomo Cardano, memperkenalkan sebuah piringan kaca yang posisinya ada didalam kameranya untuk menutupi sebuah lubang kecil. Piringan kaca itu dinamakan lensa. Kata lensa sendiri berasal dari kata bahasa Latin, lentil.

Lensa muncul pertama kalinya pada untuk penggunaan kacamata. Pada prosesnya selama 300 tahun terus berkembang hingga muncul lensa untuk penggunaan pada teleskop dan mikroskop. Pada abad ke-17, orang-orang berpendapat bahwa tidak bisa sembarang lensa yang bisa digunakan pada camera obscura. Maka dibuatlah lensa convex yang berfungsi untuk menghasilkan gambar yang lebih jelas dan lebih tajam.

Camera obscura merupakan nenek moyang dari kamera yang diciptakan pertama kali oleh seorang ilmuwan Irak yang bernama Hassan bin Hassan atau yang lebih dikenal sebagai Ibn Al Haytham seperti yang tercantum dalam bukunya “Book of Optics” pada tahun 1015-1021.

Sebelum tahun 1300, Roger Bacon dianggap sebagai penemu kamera oleh segelintir orang, tapi hal ini dibantah keras oleh ilmuwan dunia saat itu karena Roger Bacon menemukan teropong bintang untuk melihat gerhana matahari, bukan berarti beliau menjadi penemu kamera.

Kemudian pada tahun 1660-an, seorang ilmuwan asal Inggris, Robert Hoyle bersama asistennya, Robert Hooke mengembangkan kamera ciptaan dari Ibn Al Haytam sehingga menjadi cikal bakal kamera sekarang ini.

Kamera pertama yang berukuran kecil dan bisa dibawa-bawa untuk penggunaan fotografi dibuat oleh Johann Zahn pada tahun 1685. Tempat fokus pertama kali pada kamera fotografi pertama digunakan dengan menambahkan kotak yang bisa digeser dan terbuat dari kayu. Padahal sebelumnya sebuah kamera harus dimasukan sebuah plat sensitif di depan layarnya untuk melihat dan fungsinya untuk merekam gambar.

Jacques Daguerre membuat daguerreotype yang prosesnya menggunakan plat copper, kemudian William Fox Talbot juga menemukan proses calotype yang berfungsi untuk merekam obyek atau gambar ke kertas.

Pada tahun 1826, sebuah kotak kayu yang bisa digeser hasil bikinan Charles and Vincent Chevalier di Paris, dibuat sebagai kamera fotografi permanen oleh Joseph Nicéphore Niépce. Beliau membuatnya sebagai kamera fotografi permanen berdasarkan atas penemuan oleh Johann Heinrich Schultz di tahun 1724.

Tahun 1829, Niépce bekerjasama dengan Louis Jacques Mande Daguerre. Empat tahun kemudian Niépce pun wafat, tapi penelitian dan proyeknya terus berlanjut. Hasil dari perjuangan Daguerre seorang diri menghasilkan suatu proses mencetak gambar di kaca yang permanen dan tekniknya dinamakan daguerreotype. Teknik ini kemudian dijual kepada pemerintah Perancis pada tahun 1839. Teknik mencetak gambar ini menjadi tersebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun ada satu kelemahan dalam teknik ini, yaitu kita hanya bisa mencetak satu gambar saja.

Seorang berkewarganegaraan Inggris bernama William Fox Talbot menemukan teknik mencetak gambar yang bisa diperbanyak dengan menggunakan kertas film negatif. Namun demikian hasil cetakannya tidak sebagus daguerreotype, tapi kelebihannya dapat diperbanyak berapapun jumlahnya. Teknik ini dinamakan calotype dan ditemukan pada tahun 1844.

Setelah berkembangnya teknik daguerreotype dan calotype, maka muncul inovasi baru yang dikembangkan oleh Frederick Scott Archer pada tahun 1851. Teknik ini dapat mencetak foto lebih cepat. Hanya dalam waktu 3 detik!! Proses sederhananya begini, gambar dicetak pada saat plat film masih dalam keadaan basah. Teknik ini dinamakan collodion.

Richard Maddox menemukan gelatin, sebuah bahan yang bisa digunakan untuk mencetak foto untuk menggantikan piringan kaca fotografik pada tahun 1871. Ini merupakan awal dari proses produksi massal film.

Teknik-teknik dalam fotografi berkembang pesat selama abad 20 hingga ditandai oleh beberapa event penting seperti dikembangkannya film berwarna (1907), dikembangkannya film berwarna berlapis yang disebut Kodachrome (1936) dan sangat berperannya jurnalisme foto saat pemberitaan di masa-masa Perang Dunia II.


Mungkin anda Bosan membacanya, , ,tapi inilah sejarahnya. . .

Semoga dapat menambah pengetahuan Anda. . .

Belajar CamDig

Camera Digital...
saat ini sudah banyak dugunakan di berbagai kegiatan manusia untuk itu kita sebagai manusia Modern ga mau donk ketinggalan zaman. . .

Untuk Sekedar pengetahuan saya punya seikit Informasi tentang bagian - bagian CamDig. .
Smoga Bermanfaat yach. . .

1) Viewfinder
View finder adalah sebuah lubang yang berbentuk seperti jendela yang terdapat dibagian dalam kamera. Lubang ini berfungsi untuk melihat target pemotretan melalui kamera.Ada beberapa jenis viewfinder yang biasanya menggunakan sebuah cermin didalam kamera untuk melihat melalui lensa tersebut. Jenis viewfinder ini akan memberikan tingkat akurasi yang lebih baik, ketika dilakukan proses penciptaan bayangan. Namun, ada pula beberapa jenis viewfinder yang hanya berupa lubang sederhana melalui badan kamera.

2) Shutter
Ini adalah perangkat yang berupa sebuah potongan plastik atau logam yang tidak tembus cahaya (buram), yang terdapat didalam kamera. Alat ini berfungsi untuk mencegah cahaya mengenai film atau sensor digital. Untuk membuka atau melepaskan shutter ini dilakukan oleh tombol pelepas shutter (shutter release button). Sedangkan untuk pengaturan lamanya waktu pembukaan shutter diatur oleh alat yang bernama shutter speed setting.

3) Shutter Release
Shutter Release adalah salah satu perlengkapan kamera dalam bentuk tombol, yang berfungsi sebagai pendukung operasional Shutter. Pada pelaksanaan prosesnya, Shutter Release akan menaikkan atau mengeluarkan Shutter yang terdapat didalam kamera, dalam jangka waktu yang telah dispesifikasikan. Hal ini bertujuan agar cahaya dapat mengekspos film.Pada beberapa kamera SLR (Single Lense Reflect), tombol Shutter Release ini juga akan membuka (menaikkan) sebuah cermin yang terdapat didalam kamera. Dengan langkah ini, seorang photograper akan dapat menggunakan viewfinder, untuk dapat melihat melalui lensa itu sendiri. Banyak juga tipe kamera SLR yang membuka (menaikkan) Shutter-nya melalui sebuah remote. Biasanya, antara kamera dan remote tersebut dihubungkan dengan sebuah kabel.Pada kamera otomatis, fungsi Shutter Release juga akan memajukan film, yang akan mengaturnya pada posisi siap untuk proses pemotretan selanjutnya. Sedangkan pada kamera manual, untuk memajukan film dan penghitung waktu pemotretan, biasanya menggunakan “film advance lever”. Pengoperasian “film advance lever” ini harus diputar dengan menggunakan tangan secara manual.

4) Shutter Speed Control
Komponen yang merupakan pendukung Shutter yang lain adalah Shutter Speed control (shutter speed setting). Alat inilah yang dapat digunakan untuk mengatur berapa lama Shutter akan tetap terbuka. Shutter speed biasanya diukur dalam satuan per second (per detik). Namun, umumnya penghitungan tersebut hanya ditampilkan dengan penyebutnya saja. Sebagai contoh 1/60 detik, maka akan ditunjukkan dengan 60 saja.Pada kamera otomatis, pengaturan ini dapat dengan dengan mudah diakses melalui sebuah menu, yang ditampilkan pada sebuah layar yang terdapat dibagian belakang kamera. Sedangkan pada kamera manual, shutter speed biasanya diatur dan ditampilkan melalui sebuah tombol (knob) yang terdapat pada bagian atas kamera.

5) Film Speed Control
Untuk mendapatkan pembacaan cahaya yang akurat, light meter yang terdapat pada kamera harus dikalibrasikan dengan film speed-nya (film speed adalah tingkat kepekaan film terhadap cahaya). Light meter adalah perlengkapan kamera yang akan mengatur jumlah cahaya yang mengenai film, apakah kurang atau berlebihan untuk pengeksposan bayangan anda yang sesuai. Untuk melaksanakan proses pengkalibrasian tersebut, maka dibutuhkan alat yang disebut Film Speed Control. Alat inilah yang akan melaksanakan fungsi pengatuan tersebut.Pada kamera manual, film speed dapat diatur secara elektronis melalui sebuah menu. Pada beberapa tipe kamera manual yang lain, pengaturan tersebut ada juga yang dilakukan dengan menggunakan tombol. Dan pada kamera manual, biasanya pengaturan tersebut diintegrasikan dengan indikator kecepatan film (film speed indicator) yang terdapat pada bagian atas kamera.Pada kamera otomatis, pengontrolan dan indikator kecepatan film biasanya terpisah dengan film speed yang ditunjukkan melalui tampilan menu elaktronik, yang terdapat pada bagian belakang kamera.

6) F-Stop Control
Perlengkapan ini berupa angka-angka yang berfungsi untuk mengatur ukuran aperture (sebuah bukaan yang ukurannya dapat disesuaikan, yang terdapat didalam lensa/lubang bidik kamera), yang terdapat didalam lensa.Pada kamera otomatis, F-Stop Control terletak pada kamera. Sedangkan pada kamera manual yang lama, F-Stop Control terletak pada lensa-nya.

7) Film Compartment
Pada bagian belakang kamera terdapat ruangan yang berfungsi sebagai tempat untuk menempatkan film. Pada ruangan tersebut juga terdapat tempat untuk menempatkan canister film, sprockets yang akan menjaga jarak film dengan area pencahayaan pada kamera, plat penekan untuk mengeratkan film, dan penggulung rol yang akan memutar film yag terpasang pada kamera.Untuk me-rewind film yang telah habis, kamera otomatis akan menggunakan sebuah motor yang berukuran kecil. Sedangkan pada kamera manual, photographer-nyalah yang harus me-rewind film secara manual ke canister. Proses rewind dilakukan dengan memutar tombol rewind kecil yang terdapat pada kamera tersebut.

8) Flash/Lampu kilat
Salah satu perlengkapan yang sangat mendukung dalam aktivitas fotografi adalah Blitz atau Flash. Orang-orang yang awam dalam bidang ini biasanya menyebut Flash atau Blitz ini dengan sebutan lampu kilat.Saat ini, hampir semua jenis kamera dilengkapi dengan Flash. Ada yang menggunakan cahaya lampu sederhana, yang dibuat didepan kamera. Pada kamera SLR, biasanya flash dibuat dan akan muncul dari dalam tempat penyimpanannya yang terlindung. Umumnya flash disimpan dan ditempatkan pada bagian atas kamera. Lampu kilat eksternal juga dapat dibuat melalui “hot shoe mount”. Atau melalui port penghubung berukuran kecil yang terdapat pada bagian depan kamera, yang dapat dihubungkan dengan flash jarak jauh melalui sebuah kabel. Lampu kilat eksternal ini biasanya digunakan untuk jenis kamera manual.

9) Hot Shoe Mount
Hot Shoe Mount adalah sebuah tempat yang terdapat pada sebagian besar kamera SLR. Hot Shoe Mount terletak pada bagian atas kamera, yang dapat menjadi tempat penghubung antara kamera dengan lampu kilat eksternal.

10) Lens Mount Ring
Pada bagian depan kamera yang memiliki lensa yang dapat ditukar-tukar, terdapat sebuah ring logam. Melalui fungsi ring logam inilah, lensa-lensa tersebut kemudian dapat terpasang dengan aman. Pada ring lensa ini terdapat kontak elektrik, yang menghubungkan pengaturan lensa dengan badan kamera. Untuk mengeluarkan lensa dari badan kamera, biasanya menggunakan sebuah tombol atau tuas kecil yang terdapat disisi samping kamera. Tombol atau tuas ini biasa disebut dengan “lens release button”.

Selasa, 12 Agustus 2008

Indoor - Outdoor Flash dan Bounce/Diffuse

Penggunaan Flash sangat membantu apabila kita pemotret pada ruangan yang kondisi cahaya gelap. Tapi apabila kita tidak tepat mengatur setting untuk penggunaan flash, maka hasil foto tidak akan maksimum, terkadang masih kurang terang atau bahkan terlalu terang. Untuk itu artikel lanjutan ini akan menjelaskan bagaimana penggunaan indoor flash dan juga bagaimana outdoor flash digunakan serta penjelasan tentang bounce dan diffuse flash. (Artikel ini adalah sambungan dari artikel Blitz for Dummies)

Indoor Flash

Blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.

Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.

  1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.
  2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).
  3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.
  4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse

Flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:

  1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).
  2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).

Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian. Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek. Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:

  1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.
  2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.
  3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.
  4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.

Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.

Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. Flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat. Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor Flash

Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. Flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:

  1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
  2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
  3. Obyek berada pada open shade (bayangan). Flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
  4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
  5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

Blitz for Dummies

Blitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate (mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Bagaimanapun juga, flash photography adalah satu hal yang perlu dipelajari. Sebagian besar dari pembaca tentunya sudah sering menggunakan flash dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik juga, tetapi tulisan ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar. Benar dalam artian secara teori dapat diterima dan benar dalam artian menggunakan suatu dasar yang dapat dijelaskan secara ilmiah.

Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan lampu kilat tersebut, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang serta indah, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya foto yang baik dan benar tersebut. Baik kita memandang kamera digital sebagai seni atau teknologi, flash tetap adalah satu sarana mempermudah, mengoptimalkan, dan meningkatkan kreativitas.

Meter, Aperture, dan Shutter Speed

Fotografi secara ringkas sering didefinisikan sebagai ilmu melukis dengan menggunakan cahaya. Pada fotografi konvensional menggunakan film, kita ‘melukis’ dengan cahaya pada lapisan film. Istilahnya adalah membakar secara permanen film tersebut dengan menggunakan cahaya dengan intensitas tertentu. Intensitas cahaya yang masuk mengenai film atau CCD/CMOS pada kamera digital ini harus tepat. Pencahayaan berlebih akan menyebabkan hasil foto washed-out (lazim disebut over-exposure/OE) dan pencahayaan kurang akan menyebabkan hasil foto gelap (lazim disebut under-exposure/UE). Lalu bagaimana mendapatkan cahaya yang tepat?

Kita mengenal apa yang disebut lightmeter dalam dunia fotografi. Lightmeter ada yang built-in di dalam bodi kamera dan ada pula yang handheld. Yang biasa kita gunakan adalah lightmeter built-in tersebut. Kita menggunakan lightmeter untuk mengukur cahaya reflektif yang masuk ke dalam lensa kita (kalau TTL) dan prosesor kamera akan menentukan apakah sudah sesuai dengan jenis film yang terpasang dalam kamera kita. Pada modus auto atau programmed auto, secara otomatis kamera akan mencarikan kombinasi yang tepat antara f/stop dan shutter speed (penjelasan menyusul). Pada modus aperture priority (A/Av) kamera akan menggunakan f/stop yang kita pilih dan menentukan shutter speed yang cocok. Sebaliknya, pada modus shutter speed priority (S/Tv) kamera akan menggunakan shutter speed yang kita pilih dan menentukan aperture yang tepat. Pada modus manual (M) kita akan harus menentukan kombinasi yang tepat dipandu oleh meter kamera tersebut.

Aperture atau bukaan rana merupakan lebarnya lubang yang dibuka oleh kamera untuk mengizinkan cahaya masuk. Biasanya disimbolkan dengan angka f/stop. Angka ini sebenarnya merupakan hasil kelipatan dari sqrt(2). Yang lazim digunakan biasanya dimulai dari 1.4, 2, 2.8, 4, 5.6, 8, 11, 16, 22, dst. Yang perlu diingat, semakin besar angkanya semakin kecil bukaannya. Karena itu biasa ditulis sebagai penyebut pecahan seperti f/1.4, f/2, f/2.8, f/4, f/5.6, f/8, f/11, f/16, f/22, dst. Aperture ini juga berkaitan dengan DoF (Depth of Field) atau ruang tajam yang bisa kita definisikan sebagai ruangan di depan dan belakang obyek yang masih masuk dalam jangkauan focus. DoF ini sendiri dipengaruhi oleh 3 hal yaitu:

  1. f/stop dimana f/ yang lebih besar akan memberikan DoF yang lebih lebar (semakin banyak daerah focus).
  2. Jarak obyek dimana obyek yang focus lebih jauh akan menyebabkan DoF juga semakin lebar.
  3. Penggunaan lensa dimana lensa tele akan memberikan DoF lebih sempit daripada lensa sudut lebar (wide angle).

Shutter speed atau kecepatan rana adalah lamanya tirai rana dibuka untuk mengizinkan cahaya masuk. Angka ini disimbolkan dengan satuan detik dan kenaikan/penurunan dalam bentuk kelipatan ½. Contoh: 30s, 15s, 8s, 4s, 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, 1/4000s, dst. Semakin lambat maka cahaya yang masuk semakin banyak.

Yang diukur oleh meter kamera itulah intensitas cahaya yang masuk itu. Jika meter menunjukkan kekurangan cahaya maka kita bisa memperkecil f/stop atau memperlambat shutter speed. Sebaliknya jika meter menunjukkan kelebihan cahaya maka kita bisa memperbesar f/stop atau mempercepat shutter speed. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa semakin lambat shutter speed maka semakin besar peluang obyek kabur karena gerakan tangan, getaran kamera, atau gerakan obyek itu sendiri.

Blitz dan GN

Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal. Flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera. Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. Flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi. Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN.

Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.

GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm).

GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.

GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2).

Film SLRs vs. Prosumer Digital Camera vs. DSLRs

Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kamera film dan kamera digital berbeda. Di dalam kamera digital sendiri, ada perbedaan antara kamera poket (dalam hal ini yang biasanya bisa menggunakan flash tambahan adalah PDC/Prosumer Digital Camera)) dan Digital SLR (DSLR). Perbedaan pertama tentu saja dalam hal perbandingan ukuran sensor/film dengan lensa. Karena sensor kamera digital lebih kecil daripada film 35mm, maka kita akan terjebak pada perbandingan panjang lensa yang berbeda. Untuk mendapatkan suatu sudut yang sama misalnya 35mm, maka pada kamera dengan sensor 1/1.8” akan menggunakan lensa sekitar 7.5mm, D100 akan menggunakan lensa 24mm dan 10D akan menggunakan lensa 20mm. Inilah panjang lensa efektif untuk mulai perhitungan menggunakan GN flash tersebut.

Kedua, zooming. Pada PDC, zooming akan menyebabkan perubahan f/stop menjadi lebih lambat (angka besar) dan demikian juga dengan pemakaian zoom konsumer pada SLR/DSLR. Sebagai contoh, kita mengenal lensa 35-70 f/3.3-f.5. Artinya, bukaan terbesar pada 35mm adalah f/3.3 dan bukaan terbesar pada 70mm adalah f/4.5. Ini tentunya akan berpengaruh pada obyek yang ingin difoto.

Penggunaan zoom pada kamera biasanya dibarengi dengan penggunaan zoom head pada flash. Lensa tele/zoom akan mempersempit sudut cakupan lensa dan zoom head pada flash akan mempersempit dispersi cahaya flash itu yang dengan kata lain menambah intensitasnya sehingga bisa menjangkau lebih jauh. Zoom head pada posisi tele dan lensa pada posisi wide akan menyebabkan ada bagian foto yang tidak mendapat cahaya atau kita kenal dengan istilah vignet. Zoom head pada posisi wide dan lensa pada posisi tele akan menyebabkan cahaya flash tidak bisa menjangkau obyek yang jauh (after all, ini gunanya lensa tele kan? Untuk memotret obyek yang jauh?). Selain itu ini juga yang akan terjadi jika lensa 35mm kita pasangkan pada DSLR kemudian kita melakukan penghitungan flash tetap dengan menggunakan perhitungan untuk SLR biasa karena sudutnya sebenarnya sudah setara 50mm atau lebih (tergantung faktor pengalinya). Sebenarnya tidak ada masalah berarti yang muncul, tetapi kita ‘menghamburkan’ cahaya tersebut secara sia-sia saja.

(Bersambung pada artikel selanjutnya tentang Indoor - Outdor flash, dan Bounce/ Diffuse)

Panduan Praktis untuk mencetak Hasil Foto Kamera Digital

Hasil foto dengan menggunakan Kamera Digital bisa kita lihat langsung melalui Komputer tanpa harus membawa ke lab foto untuk dicetak. Namun tidak bisa dihindari bahwa kita terkadang masih memerlukan hasil foto yang dicetak sehingga bisa dilihat kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung dengan komputer. Pada artikel ini akan dijelaskan panduan praktis untuk mencetak hasil foto Kamera Digital.

Sebelumnya saya ingin memperjelas sedikit tentang kerancuan-kerancuan yang ada dalam istilah yang sering dipakai, yaitu :

  • Besar Resolusi yaitu 1280x960 (1MegaPixel), 1600x1200 (2 MP ), 3MP maupun 4MP dan lain lain itu adalah menandakan banyaknya titik yang ada dalam gambar tersebut. Semisal foto dengan resolusi 1600x1200 berarti ada 1600 titik di horizontal dan 1200 titik di vertikal.

  • Densitas foto 72dpi, 180dpi, maupun 300dpi (terlihat pada EXIF data yang menempel pada foto yang bersangkutan) itu menandakan tingkat kerapatan dari titik - titik tersebut dalam suatu satuan ukuran inch (dot per inch). Misalnya kita selama ini mendengar ada printer berkemampuan cetak dengan densitas 300dpi, 600dpi, 1200dpi, maupun 4800dpi. Contoh printer dengan kemampuan densitas 4800dpi itu berarti bisa mencetak sebanyak 4800 titik sepanjang garis 1 inch (2,54cm), begitu juga dengan printer berkemampuan densitas 300dpi berarti hanya bisa mencetak 300 titik sepanjang garis 1 inch (2,54cm).

Terkait dengan hal - hal diatas, maka kita patut mengetahui juga bahwa mesin cetak foto itu biasanya berkemampuan densitas 300dpi sehingga kita akhirnya sering memakai patokan ini sebagai standard densitas minimum yang diperlukan baik untuk mencetak di laboratorium foto ataupun dengan printer sendiri.

Berikut daftar ukuran kertas foto yang biasanya dipakai di laboratorium foto :

2R = 6 x 9 cm
3R = 8,9 x 12,7 cm
4R = 10,2 x 15,2 cm
5R = 12,7 x 17,8 cm
6R = 15,2 x 20,3 cm
8R = 20,3 x 25,4 cm
8R Plus = 20,3 x 30,5 cm
10R = 25,4 x 30,5 cm
10R Plus = 25,4 x 38,1 cm

Kita akan mengambil contoh salah satu ukuran yang biasa dipakai yaitu 4R dalam hal ini, yaitu : 10,2x15,2cm

(10,2cm : 2,54) x 300dpi = 1204 titik atau pixel
(15,2cm : 2,54) x 300dpi = 1795 titik atau pixel.

Dengan ini berarti kita mengetahui bahwa resolusi minimum yang dibutuhkan untuk mencetak 4R adalah 1795 x 1204 pixel.

Dalam hal ini berarti boleh dikatakan bahwa resolusi kamera digital yang mendekati ukuran tersebut mungkin adalah 2MP yaitu 1600x1200. Tetapi harus diingat bahwa adanya perbedaan rasio panjang lebar antara file kamera digital (4:3) dengan standar kertas foto (3:2) itu biasanya berakibat terjadinya cropping (pemotongan) pada samping2 foto karena laboratorium foto itu biasanya melakukan sedikit peregangan secara otomatis pada file – file yang bersangkutan, misalnya foto dengan resolusi 1600x1200 akan diperbesar menjadi 1795x1346 untuk memenuhi ukuran frame minimal dari 4R untuk kemudian dicropping lagi sehingga bagian yang tercetak itu tetap beresolusi 1795x1204.

Ada beberapa kasus dimana ada yang berhasil melakukan pencetakan dengan ukuran 8R hanya dengan kamera 2MP ataupun juga mungkin bisa 10R. Dalam hal ini kita harus melihat lagi beberapa hal yaitu :

  1. Kompleksitas dari gambar yang diambil, misalnya gambar - gambar dokumentasi orang tentunya jauh berbeda tingkat detailnya dibandingkan dengan gambar pemandangan alam misalnya pada waktu sunrise). Dalam hal ini gambar orang biasanya lebih mudah untuk diperbesar dibandingkan dengan gambar pemandangan alam)

  2. Tingkat kompresi dari gambar yang dipakai (dengan ACDSee biasanya terlihat dengan click kanan properties, bagian file, di compression ratio). Biasanya file - file yang berpotensi dan bisa dicetak jauh lebih besar dari ukuran yang direkomendasikan itu file - file dengan tingkat kompresi antara 5 - 10. Lebih dari itu, biasanya sulit sekali untuk meningkatkan ukuran gambar.

  3. Ada beberapa kamera yang menyediakan mode RAW dan juga mode TIFF pada hasil akhir gambar yang ditangkap, dalam hal RAW file dan TIFF file itu tidak terdapat kompresi sama sekali sehingga sangat dimungkinkan untuk melakukan resize ulang untuk melakukan cetak pada ukuran lebih besar.

Dari 3 hal diatas, seringkali saya sendiri juga bisa melakukan cetak pada 10R maupun 12R dengan kamera 4MP yang saya miliki meskipun secara perhitungan tidak memungkinkan untuk melakukan pencetakan tersebut. Dalam hal ini kita bisa melakukan test sederhana apakah file yang bersangkutan masih bisa untuk dicetak pada ukuran yang bersangkutan atau tidak dengan cara melakukan image resize pada photoshop

Semoga artikel berikut ini berguna sebagai panduan anda dalam melakukan pencetakan foto anda dari kamera digital. Di bawah ini saya buatkan daftar acuan praktis untuk pencetakan foto yang diinginkan beserta resolusi yang dibutuhkan.

3R = 8,9 x 12,7cm @300 dpi = 1051x1500 pixel
4R = 10,2 x 15,2cm @300 dpi = 1205x1795 pixel
5R = 12,7 x 17,8cm @300 dpi = 1500x2102 pixel
6R = 15,2 x 21,6cm @300 dpi = 1795x2551 pixel
8R = 20,3 x 25,4cm @300 dpi = 2398x3000 pixel
8R Plus = 20,3 x 30,5cm @300 dpi = 2398x3602 pixel
10R = 25,4 x 30,5cm @300 dpi = 3000x3602 pixel
10R Plus = 25,4 x 38,1cm @300 dpi = 3000 x 4500 pixel

Tips Membeli Kamera Digital

Semakin lama, kita semakin menyadari, bahwa kebutuhan kita akan pendokumentasian suatu moment sangatlah penting. Dengan kamera digital, kita akan semakin mudah dalam mewujudkan keinginan kita tersebut. Namun, sebelum membeli kamera digital, ada beberapa tips yang dapat dijadikan pegangan :

Sesuaikan keperluan Megapixel
Banyak iklan yang mengexpose megapixel, namun banyak juga dari kita tidak mengerti sampai sebesar apa megapixel yang kita butuhkan. Biasanya, semakin besar megapixel dari sebuah kamera, harganya juga akan semakin mahal, namun untuk kualitas gambar, megapixel yang besar tidak menjamin kualitas yang baik. Sebuah kamera digital dengan 2 megapixel sudah cukup untuk foto sehari-hari dan cukup untuk dilihat di layar komputer dan dicetak sampai dengan ukuran 6R. Jika anda berencana mencetak pada ukuran lebih besar, setidaknya diperlukan 3 megapixel. Selanjutnya jika masih mau mencetak lebih besar lagi, maka megapixel yang semakin besar sangat anda butuhkan. Namun jika dipaksakan, kamera dengan megapixel yang kecil masih bisa mencetak pada ukuran kertas yang besar, namun kadang-kadang hasilnya akan terlihat kabur.

Perhatikan battery dan chargernya
Jika kamera anda menggunakan battery lithium, pemakaiannya tidak terlalu memerlukan banyak perhatian, cukup dicharge dan pakai, kalo selesai dipakai, silahkan di charge lagi. Bebeberapa kamera menggunakan battery jenis AA. Untuk jenis ini, kita bisa memilik menggunakan battery Alkaline, atau battery yang bisa diisi ulang. Kami selalu menyarankan setiap user untuk menggunakan battery jenis isi ulang dibandingkan jenis Alkaline, memang harga battery isi ulang sedikit lebih mahal dibandingkan Alkaline, tetapi kemampuanya dipakai beberapa kali (diisi ulang bisa sampai 500x pemakaian normal), maka harga battery ini akan menjadi jauh lebih murah. Penjelasan detail tentang battery ini, bisa dicari di artikel lain pada situs ini. Tetapi harap berhati-hati untuk tidak membeli battery isi ulang jenis AA yang palsu, karena sekarang sudah banyak beredar dipasaran.

Optical Zoom (dan Digital Zoom)
Perbesaran gambar secara optical (ini berbeda dengan digital zoom). Usahakan kita mendapatkan kamera dengan minimal 2x optical zoom. Sebagian besar kamera digital mempunyai fasilitas optical zoom, dan ini sangat berguna buat kepentingan kita mengabil gambar untuk jarak yang agak jauh dari tempat kita. Jangan terkecoh dengan digital zoom, rata-rata kamera digital semuanya mempunyai fasilitas digital zoom, namun hasil perbesaran dengan digital zoom akan mengakibatkan hasil foto kita jadi pecah dan tidak jelas. Sebaiknya apabila tidak terpaksa, usahakan untuk selalu menghindari pemakaian digital zoom. Digital zoom dapat juga di lakukan dengan software di PC.

Fasilitas Bantuan untuk low-light
Pada kondisi cahaya yang tidak terang, biasanya kamera akan kesulitan mendapatkan focus sebelum kita shoot object tersebut. Oleh karena itu, beberapa kamera digital dilengkapi dengan lampu bantuan (bentuknya bermacam-macam) yang berfungsi untuk membantu pengambilan foto pada tempat yang kurang cahaya. Ini sangat penting terutama pada pengambilan foto di dalam ruangan.

Perhatikan Memory Storagenya
Beberapa kamera mempunyai memory internal didalamnya, tetapi biasanya kapasitasnya tidak terlalu besar. Oleh sebab itu, kita harus memastikan bahwa kamera digital kita dilengkapi dengan port untuk memory external, sehingga kita dapat memberikan tambahan memory sesuai dngan kebutuhan kita. Ada berbagai macam jenis memory yang dapat dipakai pada kamera digital, jenis dan bentuknya biasanya disesuaikan dengan jenis kamera digital tersebut. Harganya bervariasi, namun semakin besar kapasitasnya, maka harganya akan semakin mahal juga. Internal memory yang ada pada kamera digital bisa anda abaikan bila kamera digital tersebut tidak memiliki fasilitas tersebut.

Cobalah kamera tersebut sebelum membeli
Kamera digital hampir sama dengan digital media lainnya, biasanya dilengkapi dengan menu dan tombol-tombol pengontrol untuk disesuaikan dengan keperluan kita. Beberapa amera memiliki perintah yang mudah dimengerti dibanding jenis lainnya. Perbandingan mudah atau susah dapat anda simpulkan jika anda sudah mencobanya. Juga perhatikan time delay dari mulai kita tekan tombol shoot sampai gambar selesai diambil (shutter lag), kamera tertentu ada yang delaynya sangat lama, tetapi ini juga berpengaruh dari kondisi ruang dan cahaya tempat kita mencoba kamera tersebut. Coba juga lensa zoomnya (optical zoom), apakah dapat digunakan dengan mudah dan cepat. Ketahuilah juga berapa lama waktu yang harus ditunggu dari mulai menghidupkan kamera sampai kamera siap untuk digunakan. Jangan lupa mencoba LCD dan viewfindernya.

Cari tahu informasi sebanyak-banyaknya
Ada baiknya anda mengetahui terlebih dahulu kemampuan, spesifikasi, dan kekurangan dari kamera yang anda taksir untuk dibeli itu. Bertanya kepada pakar, atau orang yang sudah pernah menggunakan akan sangat membantu kita untuk menentukan apakah kamera tersebut layak untuk dibeli. Beberapa website di internet banyak memberikan review tentang kamera digital, mulai dari yang mengulas secara global sampai direview sedetail-detailnya. Tempat diskusi di Internet juga sangat dianjurkan untuk dijadikan referensi sebelum membeli kamera digital.

Fitur tambahan
Banyak kamera digital yang dilengkapi dengan fitur tambahan, salah satunya yang selalu ada adalah kemampuan untuk merekam gambar bergerak (video). Pada kamera digital, fitur ini hanyalah sebagai tambahan saja dan kemampuannya sangat terbatas. Harap anda tidak menentukan keputusan membeli kamera digital dari kemampuan kamera tersebut untuk merekam video. Hasil rekaman video dari kamera digital tidak akan bisa maksimal, kamera digital didesign untuk menghasilakan foto diam secara maksimum. Jika anda lebih berniat merekam video, sebaiknya dipertimbangkan untuk membeli handycam atau alat sejenis yang memang dibuat untuk merekam video.

Pertimbangkan membeli card reader
Card reader adalah alat tambahan yang digunakan untuk membaca memory card pada kamera digital. Pada saat kita membeli kamera digital, pasti sudah disertakan kabel dan driver untuk mentransfer/memindahkan foto dari kamera ke komputer. Namun jika kita menggunakan alat yang disebut card reader, maka kita akan menghemat waktu untuk mentransfer dari kamera ke komputer dan dilakukan dengan cara yang sangat mudah, selain itu jika kita menggunakan card reader, maka kamera kita tidak perlu dihidupkan (on) dan akhirnya kita juga bisa menghemat umur battery kita.

Kamera-Digital.com

Jumat, 08 Agustus 2008

Olympiade Komputer SMKN 1 Denpasar

Saat ini Panitia Olympiade Komputer Ke IV SMKN 1 Dps (SKENSA),,,sedang dalam persiapan,, pada hari ini Jum'at 8 Agustus 2008 Mereka sedang Sibuk mengirim Surat Ke Sekolah SMP,SMA/SMK se-Bali....